Sadran merupakan ritual yang rutin
digelar kaum Kejawen setiap bulan sa'ban (ruwah). Upacara ini bertujuan untuk
menyambut datangnya bulan puasa. Tradisi Sadranan sudah umum dilaksanakan
masyarakat muslim Asia Tenggara namun kadang berbeda nama dan rangkaian
kegiatanya. Masyarakat Jawa, termasuk juga masyarakat Cepogo melakukan tradisi ini
sebagai penghormatan kepada arwah leluhur, kerabat/saudara.
Zaman dahulu acara sadranan dilakukan
sebagai pemujaan kepada leluhur juga permohonan kepada arwah leluhur sebab
dipercaya jika arwah leluhur yang sudah meninggal itu sebenarnya masih hidup bersama
didunia ini. Upacara sadranan zaman dulu menggunakan ubarampe yang isinya ialah
sesajen makanan-makanan yang tidak sepantasnya dimakan, contohnya: daging
mentah, darah ayam, kluwak dan lain-lain.
Setelah agama Islam masuk, para Wali merubah
upacara sadranan ini secara halus agar sesuai dengan ajaran Islam. Pemujaan dan
permohonan kepada leluhur diubah menjadi doa kepada Allah. Sesajen yang tidak
enak dimakan diganti menjadi sajian makanan yang enak. Sadranan biasanya diawali dengan bersih-bersih kuburan,
masyarakat menyebutnya “besik”. Dan yang mengherankan dari tradisi ini adalah semua
masyarakat datang berbondong-bondong untuk bersilaturahmi dan menjalin
persaudaraan dengan saling mengunjungi rumah per rumah dengan menyantap
hidangan yang disajikan. Maksud dan tujuan lainnya yaitu ikut ngalap berkah
kepada para leluhur yang telah meninggal dunia. Kuatnya nilai-nilai tradisi
pada masyarakat yang masih menjalankannya tersebut didasari keyakinan bahwa
setelah upacara tradisional Sadranan tersebut dilaksanakan maka dalam bekerja
untuk mencari nafkah akan diberikan kelancaran dan kemudahan.
Sadranan di adakan setiap bulan Ruwah tanggal 15 sampai dengan menjelang
bulan puasa, secara bergantian dari kampung ke kampung mengadakan upacara tradisional
Sadranan tersebut. Upacara
itu
hakekatnya ialah kesadaran manusia kepada perkara hidup dan mati. Yang telah meninggal
ganu ngelairna yang masih hidup, yang masih hidup nantinya menyusul yang telah meninggal
(Sangkan Paraning Dumadi).
Sadranan juga mengandung makna bahwa manusia itu seharusnya selalu mengingat
jika dirinya hidup itu hakekatnya bersamaan dengan menunggu kematian, itu
maksudnya agar setiap menjalankan apa saja dalam hidup itu harus berhati-hati.
di dusun kamipun selalu mengadakan acara sadranan seperti itu hanya dusun kami memilih pada tanggal 25 sya'ban dan ahri minggu agar semua dari trah yang mempunyai leluhur dapat hadir dan menyemarakan acara tersebut... saya sangat antusias generasi kita akan semakin dapat memaknai arti sadranan tersebut tidak sekedar berfoya-foya yang itu merupakan langkah syaithon ... mari semarakan acara sadranan untuk meningatkan kita bahwa semua yang hidup akan mengalami mati.
BalasHapussalah satu kearifan lolal yang harus tetap dijaga kelestarianya
BalasHapusBanyak Syaithon yang mengajak anda keluar dari ajaran Islam yang sebenarnya. (sadranan bukan ajaran Islam) tidak ada dalil mengenai sadranan. Itu punya orang yang tidak beragama (Islam KTP) alias Aliran Kepercayaan.
BalasHapus